Tuesday, 2 August 2016

Indonesia Membutuhkan Negawaran yang Visioner

Kamis, 24 Mei 2012

Plipres 2014

Sebagai negarawan, mereka harus paham betul masalah-masalah keindonesiaan, dari proses pembentukan bangsa dan negara sampai kepada rumusan filosofis cita-cita besar yang telah diwariskan oleh para pendahulu.

Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, A. Syafii Ma’arif. (foto: fdtk)
Jakarta, PelitaOnline — PEMILU 2014 diharapkan dapat melahirkan negawarwan yang visioner; memahami masalah ke-Indonesia-an secara utuh dan dapat mengakhiri persoalan bangsa berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar; Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tuggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Demikian antara lain dikemukakan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafii Ma’arif dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam Sarasehan Budaya Nasional di Gedung MPR Jakarta, Rabu (23/5) yang dibuka oleh Ketua MPR Taufik Kiemas.
Banyak tokoh yang hadir dan tampil sebagai nara sumber seperti Wakil Ketua MPR RI Hajrijanto Y Thohari, Lukman Hakim Saifuddin, Mendiknas Muhammad Nuh, Gubernur Lemhanas Budi Susilo Soepandji, tokoh media Oetama dan Sularto, Sekjen Wantanas Letjen TNI Juniarto Haroen dan tokoh lainnya.
Dari segi hukum kata Mahfud MD, harus sesuai dengan nilai yang terkandung dalam empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, harus berkeadilan bagi seluruh masyarakat tanpa membedakan kelas, golongan, ataupun latar belakang.
“Hukum itu yang penting adalah adil, soal prosedur formal itu urusan nanti karena hukum bertujuan untuk membuka pintu keadilan,” tegas Mahfud.
Berdasar hal itu, kata Mahfud, hukum mencakup beberapa hal yang menuntut bekerjanya sang hukum yakni pertama, mengayomi semua tanpa pandang bulu, kedua harus menyeimbangkan antara demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (ketentuan hukum).
“Ketiga, harus berkeadilan sosial dan terakhir, hukum harus memperkokoh toleransi. Karena hukum memang berdasar pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, maka sosialisasi pemahaman Empat Pilar menjadi sangat penting,” ucap dia.
Karena itu, hukum restoratif (hukum adat) perlu diaplikasikan dalam penegakan hokum, karena dia merupakan penegakan hukum yang lebih menekankan penyelesaian hukum secara damai dibanding kepengadilan dalam artian dan konteks yang positif.
Rumusan strategi 
Sementara Mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Ma’arif mengatakan sebagai bangsa yang masih dalam ‘proses menjadi’ belum final, maka kita sangat memerlukan lahirnya para negarawan visioner dari tingkat lokal hingga nasional.
Sebagai negarawan, mereka harus paham betul masalah-masalah keindonesiaan, dari proses pembentukan bangsa dan negara sampai kepada rumusan filosofis cita-cita besar yang telah diwariskan oleh para pendahulu yang pada umumnya terdiri dari kaum intelektual kelas dunia.
“Kalau ada kekurangan, itu terjadi karena mereka belum sempat merumuskan strategi yang mantap tentang bagaimana semestinya mempercepat upaya untuk ‘saling menyapa’ antar subkultur yang jumlahnya sangat besar ini,” kata dia.
Oleh sebab itu lanjut Syafii yang akrab dipangil Buya itu, ke depan rumusan strategi kultural ini sangat perlu dilakukan untuk memperkokoh pilar-pilar keindonesiaan. Dalam rumusan itu harus tidak ada subkultural yang dianaktirikan.
“Hanya dengan cara itulah keanekaragaman budaya bangsa akan menjadi sumber kekuatan menghadapi masa depan yang sarat dengan serba kemungkinan yang sulit diprediksi, kata dia lagi.
Menurut Syafii, kebudayaan nasional telah diperkaya oleh puncak-puncak kebudayaan lokal. Seperti pembentukan Indonesia sebagai bangsa yang belum mencapai tahap final. Demikian pula pembentukan kebudayaan nasional yang mengikuti proses pembentukan bangsa ini.
Untuk itu Syafii mengingatkan agar anak-anak bangsa ini sadar bahwa fakta keanekaragaman budaya, agama, bahasa dan etnis sebagai mozaik yang teramat elok adalah modal kekuatan bangsa yang harus dipelihara dengan pandai dan arif.
Keteledoran dalam merawatnya bisa menjadi ancaman yang dapat melemahkan pilar-pilar bangunan bangsa dan negara yang masih belum mencapai proses final dalam pembentukannya ini.
“Dengan modal Pancasila dan bahasa Indonesia semua berharap bahwa keberadaan bangsa dan negara ini akan berusia panjang melebihi usia imperium-imperium yang pernah dikenal dalam sejarah nusantara,” tuturnya.
[Harian Pelita]

No comments:

Post a Comment